JAKARTA—Mantan Komisioner Kompolnas Poengky Indarti meminta Dirlantas Polda Metro beserta Irwasda dan Kabid Propam segera turun, mengecek kebenaran adanya praktik percaloan di Satpas SIM Cilenggang, Tanggerang Selatan.
“Jika ternyata ada laporan bahwa di Satpas SIM Cilengang masih ada praktek percaloan, maka Dirlantas Polda Metro beserta Irwasda dan Kabid Propam diharapkan turun untuk mengecek kebenarannya,” kata Poengky ketika diinta pendapatnya tentang aksi percaloan di Satpas SIM Cilenggang pada akhir pekan lalu.
.
Ditegaskan Poengky, penerbitan SIM termasuk perpanjangan SIM adalah pelayanan kepolisian pada masyarakat.
“Sebagai bentuk pelayanan, sudah seharusnya profesional, termasuk berbayar sesuai ketentuan (tidak boleh ada penyelewengan misalnya suap atau calo), serta benar-benar melatih masyarakat disiplin dan mampu mengendarai kendaraan bermotor dengan terampil, tidak ugal2an yg nantinya malah membahayakan nyawa pengemudi dan orang lain,”katanya.
Pantauan media ini, belakangan ini, yang namanya calo semakin banyak berkeliaran di Kantor Satuan Penyelenggara Administrasi (Satpas) SIM Cilenggang, Kota Tangerang Selatan, Banten. Mereka, layaknya petugas resmi, menjadikan kantin di Satpas sebagai ‘kantor’, tempat bernegosiasi dengan warga pemohon SIM.
Ada kesan kuat, antara mereka (para calo) sudah terjalin kerja sama alias kong kali kong dengan orang dalam, sebut saja oknum petugas untuk mengeruk cuan sebanyak-banyaknya dari warga pemohon SIM.
Para calo bertugas menjaring pemohon SIM. Jika sudah ada kata sepakat, soal tarif tentunya, sang calo bisa dengan bebasnya berjalan ke ruang ujian teori dan praktek lapangan menggiring pemohon SIM untuk difoto. Ada jalan khusus yang menghubungkan kantin dengan ruang dalam Satpas.
Investigasi tertutup yang dilakukan media ini selama beberapa hari di Satpas SIM Cilenggang, menemukan fakta yang cukup mengejutkan sekaligus merisaukan. Ternyata para calo tersebut selalu ‘dirindukan’ oleh warga pemohon SIM. Pasalnya, kalau pemohon SIM urus sendiri tanpa bantuan para calo, ya pemohon bisa gigit jari berkepanjangan. Akibat kondisi ini, para calo pun semakin merajalela. Mereka leluasa mematok harga.
Salah seorang calo, sebut saja namanya Ahmat, yang ditemui di kantin yang hanya berbatas tembok dengan kantor Satpas SIM mengatakan, tanpa bantuan orang biro jasa (mereka menyebut dirinya sebagai karyawan biro jasa, bukan calo) kecil kemungkinan dinyatakan lulus.
“Percayalah pak, kalau urus sendiri, lalu bapak mengikuti ujian teori dan praktik, kemungkinan besar bapak tidak akan lulus. Boleh-boleh saja bapak urus sendiri, tapi keberhasilannya mungkin satu berbanding seribu,” katanya.
Ahmat masih terus merayu, katanya, kalau mau dibantu urusan membuat SIM akan menjadi mudah. Bahkan sambil mematok harga tinggi, dia menawarkan tak perlu mengikuti segala persyaratan yang sudah ditentukan sesuai aturan yang berlaku.
“Banyak kok warga yang justru merasa terbantu. Karena lewat biro jasa, urusan SIM nggak pakai lama, nggak ribet juga. Bapak tinggal foto saja, tak perlu ikut ujian teori dan uji lapangan,” katanya menawarkan.
Apa yang diungkapkan sang calo ternyata ada benarnya juga. Banyak warga pemohon SIM justru merasa lebih baik membayar jasa calo ketimbang mengurus SIM sendiri.
“Kalau mengurus sendiri sulit lulusnya pak, bisa-bisa sampai mengulang tiga sampai lima kali. Seperti mengikuti ujian teori,” kata DR, warga Tangerang yang mengaku sebelumnya sudah mencoba jalur mandiri dua kali dan hasilnya gagal.
DR menungkapkan untuk mendapatkan SIM A, ia harus mengeluarkan kocek sebesar Rp 800 ribu kepada oknum calo. Padahal harga resmi selembar SIM A tidak lebih dari Rp 200 ribu.
“Kalau tanpa bantuan calo bisa berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan SIM nggak jadi. Kan capek pak bolak-balik, rugi waktu, materi, yah, memang mahal tapi mau bilang apa lagi, relain saja lah,” katanya.
Penulis : Tim
Editor : Tra Ginting
Sumber Berita : Investigasi