JAKARTA–Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafri Sjamsuddin mengaku telah menyetujui TNI dikerahkan untuk menjaga gedung DPR RI dengan alasan gedung wakil rakyat tersebut simbol negara. Koalisi Masyarakat Sipil menilai pernyataan Menhan tersebut tidak sejalan dengan 17+8 tuntutan rakyat.
“Koalisi Masyarakat Sipil menilai pernyataan Menhan tidak sejalan dengan tuntutan rakyat yang tertuang dalam agenda tuntutan 17+8 yang menginginkan agar pemerintah menghentikan keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil dan mengembalikan TNI ke barak. Pernyataan Menhan jelas-jelas melawan arus kehendak rakyat dan hal tersebut cermin pejabat pemerintahan yang tidak mendengarkan suara rakyat,” demikian pernyataan tertulis Koalisi Masyarakat Sipil, Selasa (16/9)
Koalisi menyebut, pelibatan TNI dalam pengamanan Gedung DPR RI sejatinya bukanlah tugas TNI. Konstitusi dan UU TNI telah mengatur bahwa TNI bertugas di bidang pertahanan negara, sedangkan urusan keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan ranah Kepolisian.
“Pelibatan TNI dalam pengamanan gedung DPR RI adalah bentuk penyimpangan dari fungsi dan tugas pokok TNI,” katanya.
Selain itu, dikatakan, Gedung DPR RI juga bukan merupakan simbol kedaulatan negara, melainkan simbol perwakilan rakyat. Karena itu, wajar apabila DPR RI menjadi objek kritik maupun aksi demonstrasi dari masyarakat ketika dianggap melakukan kekeliruan.
“Menempatkan TNI untuk menjaga DPR RI memberikan kesan mengancam dan mengintimidasi masyarakat yang ingin menyampaikan kritik dan aspirasinya,”.
Lebih jauh dikatakan, Menhan seharusnya berfokus pada penguatan TNI dibidang pertahanan, bukan menyeret TNI ke dalam urusan keamanan dan ketertiban masyarakat yang bukan menjadi kewenangannya. Oleh sebab itu, ditegaskan, Presiden harus melakukan koreksi terhadap tindakan yang dilakukan Menhan yang tidak sejalan dengan Konstitusi dan UU TNI.
“Dengan tidak adanya koreksi dari Presiden, maka dapat dianggap Presiden terlibat dalam kekeliruan yang dilakukan oleh Menteri Pertahanan,”katanya.
Koalisi Mastarakat Sipil juga menilai, proses reformasi TNI masih memiliki banyak pekerjaan rumah, termasuk reformasi peradilan militer, restrukturisasi komando teritorial, dan penghapusan budaya kekerasan terhadap masyarakat sipil. Alih-alih memperluas tugas TNI ke ranah sipil, perhatian seharusnya diarahkan pada penyelesaian masalah internal reformasi TNI.
“Pelibatan TNI dalam urusan keamanan dan ketertiban masyarakat akan menjauhkan TNI dari cita-cita menjadi tentara profesional dibidang pertahanan. Profesionalisme TNI hanya dapat tercapai jika TNI fokus pada mandat konstitusionalnya disektor pertahanan, bukan pada pengelolaan unjuk rasa atau pengamanan gedung pemerintahan,”.
Atas dasar hal tersebut di atas, Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan:
1.Menolak rencana pelibatan TNI untuk melakukan pengamanan Gedung DPR RI.
2.Menghentikan segala bentuk pelibatan TNI dalam urusan keamanan dan ketertiban masyarakat.
3.Memprioritaskan agenda reformasi TNI agar benar-benar menjadi tentara profesional dibidang pertahanan.
Penjelasan Menhan
Diketahui, prajurit TNI ikut disiagakan di DPR sejak gelombang aksi demonstrasi pada akhir Agustus 2025. Menhan Sjafrie Sjamsoeddin menjelaskan terkait keberadaan ratusan prajurit TNI yang masih berjaga di DPR RI hingga hari ini (Selasa 16/9).
Menhan menyatakan bahwa belum ditariknya prajurit TNI kembali ke barak militer, sudah atas persetujuan dirinya sebagai Menhan. Terlebih, dia menilai bahwa DPR telah menjadi simbol kedaulatan negara.
“Jadi TNI akan menjaga simbol kedaulatan negara di DPR. Jadi saya sudah menyetujui, dan panglima akan menindaklanjuti bersama para kepala staf bahwa instalasi DPR akan dijaga oleh TNI,” katanya.
Menhan tak menjelaskan sampai kapan prajurit TNI akan terus bersiaga di DPR RI. Ia hanya menyebut, penjagaan oleh satuan militer masih terus dilakukan hingga situasi dinilai lebih kondusif.**
Penulis : tra ginting
Sumber Berita : Setara Institute