JAKARTA–Satuan Penyelenggara Administrasi Surat Ijin Mengemudi (Satpas SIM) di lingkungan Polda Metro Jaya masih menjadi lahan basah bagi orang dalam (oknum) di Satpas SIM dan perusahaan Biro Jasa. Cuan (baca untung) yang mereka raup dari para pemohon SIM Kolektif bisa mencapai Rp 4 miliar setiap bulannya.
Jumlah uang yang cukup fantastik tersebut diperoleh setelah melipatgandakan harga selembar SIM. Perusahaan biro jasa yang tugasnya menggiring para pemohon SIM ke Satpas SIM mematok tarif SIM “gila-gilaan”. Sebut misalnya untuk selembar SIM C, tarif resminya yang tak lebih dari Rp 150.000 dipatok Rp 800.000 hingga Rp 1.000.000. Bahkan bisa lebih. Untuk SIM A, tarif resminya hanya Rp 200.000 dipatok Rp 1.000.000 hingga Rp 1.500.000, tergantung negosiasi.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 76 Tahun 2020 tentang Jenis kendaraan dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada pihak Polri, harga resmi selembar SIM A Rp 120.000, tarif tersebut belum termasuk jaminan asuransi Rp 30.000 dan tes kesehatan Rp 75.000. Untuk SIM C dipatok Rp 100.000.
Nah, jika dihitung selisih harga resmi dengan harga yang dipatok perusahaan Biro Jasa cukup besar, berkisar Rp 500. 000 hingga Rp 1,000.000 setiap lembarnya. Sementara di lingkungan Polda Metro Jaya saat ini ada 11 Satpas SIM, infonya masing- Satpas mengeluarkan SIM Kolektif 200 lembar setiap minggunya. Kalau ditotal, setiap bulannya satu Satpas SIM mencetak sekitar 800 lembar SIM.
Nah, jika ada 10 Satpas SIM maka ada 8000 lembar SIM dicetak setiap bulannya. Kalau dikalikan dengan selisih harga, katakan perbedaan harga selembar SIM Rp 500.000, maka kolaborasi perusahaan Biro Jasa dengan orang dalam (oknum) di Satpas SIM meraup untung sekitar Rp 4 miliar dalam sebulan. Bahkan mungkin lebih. Sungguh jumlah yang fantastik. Pertanyaanya, uang miliaran tersebut mengalir hingga ke mana saja ? Apakah sampai ke laci pimpinan ?
Tanpa Test ?
Sebenarnya, harga tinggi yang dipatok terhadap pemohon SIM kolektif tidaklah perlu dipermasalahkan karena para pemohon juga rela mengeluarkan kocek sedemikian besar sebagai imbalan atas pelayanan super Istimewa yang mereka terima. Sebut misalnya, mereka tidak perlu lagi mengantri, bahkan jadwal dan jam kedatangan pun sudah diatur sedemikian rupa, biasanya dilakukan pada hari Sabtu, sehingga mereka tak perlu berlama-lama di Satpas.
Justru yang perlu dipersoalkan, pemohon SIM kolektif itu bisa memperoleh SIM kebanyakan tanpa melalui test yang semestinya. Perusahaan Biro Jasa yang belakangan ini tumbuh subur, berani terang-terangan memberi jaminan kepada calon pemohon bisa memperoleh SIM tanpa ribet melalui test.
“Tanpa test,tanpa ngantri, langsung foto langsung sidik jari, sejam langsung jadi,” begitu promosi pihak Biro Jasa.
“Tidak ingin repot mengikuti proses panjang pembuatan SIM? Biro Jasa Pembuatan SIM Nembak Tangerang adalah solusi praktis bagi Anda yang ingin mendapatkan SIM tanpa melalui prosedur tes yang rumit. Dengan pengalaman kami, proses pengurusan SIM dapat dilakukan dengan lebih cepat dan efisien,”.
Hasil investigasi di beberapa satpas SIM di lingkungan Polda Metro Jaya , membuktikan semua pemohon SIM lewat jalur kolektif berujung sukses, memperoleh SIM tanpa harus melalui ujian teori mapun praktek.
Keterangan yang diperoleh dari beberapa sumber menyebutkan, peserta SIM Kololektif biasanya didatangkan ke Satpas SIM dengan menggunakan bis tertentu. Mereka datang beramai-ramai untuk difoto. Usai berfoto, mereka kembali lagi naik bis. Selanjutnya, panitia, sebut saja perusahaan ‘Biro Jasa’ membagi-bagikan SIM di atas bus. Enak benar.
“Mereka (Pemohon SIM) hanya foto. Lokasi test praktek menjadi saksi bisu persengkokolan yang sudah terjalin dengan mesranya antara oknum petugas dengan perusahaan penyelenggara SIM Kolektif,”ungkap salah satu peserta SIM kolektif, baru-baru ini.
“Fasilitas untuk ujian praktek cuma jadi pajangan. Sejak Satpas SIM dibuka (hari Sabtu) hingga pelayanan ditutup, tak satu pun pemohon SIM mengikuti uji praktek kendaraan bermotor baik sepeda motor dan mobil. Padahal ratusan pemohon SIM datang sejak pagi hingga siang ,” sumber lainnya.
SIM semestinya diberikan kepada seseorang yang memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, mmahami peraturan lalu lintas serta terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Pemohon SIM semestinya diwajiibkan mengikuti berbagai test. Tapi akibat ulah oknum dan Biro Jasa, kewajiban pemohon bisa diputus sehingga SIM bisa diperoleh dengan mudahnya.
Lalu apa jadinya jika seseorang bisa dengan mudahnya memperoleh SIM tanpa harus mengikuti test ? Bisa jadi yang bersangkutan ‘horor’ di jalan raya. Bayangkan pula jika yang bersangkutan menjadi pengemudi angkutan umum, wah, nyawa penumpang dan pengguna jalan raya lainnya pun jadi taruhan. Mengerikan !(tim)