JAKARTA–Bicara tentang dunia kewartawanan, posisi tawar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai induk organisasi wartawan tertua di republik ini masih diperhitungkan. Terbukti Presiden Jokowi, baru-baru ini, menggelontorkan bantuan guna sukses program peningkatakan sumber daya manusia lewat Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Sebelumnya wartawan yang mengikuti UKW harus merogoh kocek Rp 1,5 jt – Rp 2 jt. Jumlah yang membuat sesak bernapas
Tepatnya pasca Kongres di Bandung, PWI Pusat Ketua terpilih Hendry Ch Bangun dan Sekjen Sayid Iskandarsyah mampu ‘menghipnotis’ Jokowi. Orang nomor satu di republik ini memberikan dukungan logistik Rp 6 M /tahun sehingga Uji Kompetensi Wartawan (UKW) tidak lagi membebani. Wartawan bisa menarik nafas lega. Bisa ikut UKW meski tak punya uang. Sungguh gebrakan sang Ketua dan Sekjen layak diancungi jempol.
Tapi sayang sungguh sayang, baru seumur jagung umur duet ‘maut’ pasangan Hendry dan Sayid, persoalan pun muncul. Kabar menyeruak, ada dugaan penyelewengan dana UKW oleh sejumlah oknum pejabat teras PWI Pusat. Kasus tak elok ini telah bergulir hingga ke Direktorat Tindak Pidana Bareskrim Polri.
Pelapornya Edison Siahaan, wartawan senior yang sudah malang melintang di lingkungan Polri. Edison mengaku, terkuaknya kasus ini membuat dirinya dua bulan resah. “Untuk memastikan dugaan tuduhan itu ya harus polisikan, sebagai pihak yang netral dan punya kewenangan,” sebut Edison saat bertemu dengan saya di arena Konferprov PWI DKI Jaya, beberapa hari lalu.
Edison mengajak saya untuk mendampingi laporannya itu. Belakangan Jusuf Rizal Lira, juga punya agenda yang sama. Keduanya juga sudah saling kenal, sehingga saya tidak ikut mendampingi Edison.
Sepakat dengan Edison, kasus itu harus dibawa ke ranah pidana. Ada dua alasan, pertama supaya ada kepastian hukum, keadilan dan ada azas manfaatnya. Kedua, jika kasus itu ditangani kepolisian, maka sengketa siapa yang salah dan pihak mana yang benar, akan terjawab.
Selanjutnya potensi kerusakan organisasi akibat kasus itu bisa segera direcovery,. Seluruh anggota tidak lagi terjebak pada fragmentasi pada sosok si A atau si B. Karena PWI Pusat adalah rumah bagi semua wartawan anggota PWI.
Memang membawa kasus ini ke ranah hukum terasa pahit. Ambil hikmahnya, pahit bisa menyembuhkan. Semoga ada jalan terbaik bagi penyelesaiannya. Meski pemegang Kartu Wartawan Utama yang dikeluarkan Dewan Pers, saya masih level Kartu Muda di keanggotaan PWI Jaya. Jadi masih perlu banyak belajar tentang organisasi dan melihat organisasi sebagai rumah profesi yang menghidupi kehidupan saya. Bagi saya, tidak ada orang yang hebat jika perbuatannya tidak mengandung kebenaran. Pasti akan saya hadapi, karena wartawan adalah profesi mulia sama dengan polisi, jaksa, hakim dan ASN lainnya.
Cuma wartawan yang nol tunjangan dan gaji plus pensiun. Tapi wartawan bisa survive, inilah uniknya kehidupan wartawan itu. Entah kapan ya, kehidupan wartawan juga dipikirkan oleh negara, mendapat gaji layaknya jaksa, hakim, polisi, tentara dan ASN lainnya. Kalau urusan dapur sudah aman, tentunya wartawan bisa lebih optimal melakukan perannya sebagai pengawas jalannya pemerintahan di atas kepentingan pribadinya.
Penulis, Ferry Edyanto