JAKARTA–Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengatakan ada tujuh peledak yang diduga dibawa terduga pelaku insiden ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Jumat (7/11) siang. Informasi itu disampaikan Juru Bicara Densus 88 AKBP Mayndra Eka Wardhana di Jakarta, Senin.
“Benar bahwa ditemukan tujuh peledak. Untuk jenisnya telah diketahui,” kata Juru Bicara Densus 88 AKBP Mayndra Eka Wardhana di Jakarta, Senin (10/11).
Dkatakan, dari tujuh peledak tersebut, empat di antaranya berstatus aktif dan ditemukan di dua titik berbeda di sekitar area sekolah. Meski begitu, ia tidak membeberkan detail teknis mengenai jenis atau bentuk peledak tersebut.
Saat ini Densus 88 masih mendalami kemungkinan keterkaitan terduga pelaku dengan jaringan teror tertentu. Proses penelusuran dilakukan lewat berbagai aspek, mulai dari motif hingga aktivitas media sosial terduga pelaku.
“Penyelidikan atas aktivitas media sosial terduga pelaku juga tengah dilakukan. Hal itu untuk menelusuri kemungkinan pelaku pernah bergabung dalam grup atau komunitas daring yang memiliki afiliasi dengan kelompok teror tertentu,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Budi Hermanto.
Dijaga Pasukan Militer
SMAN 72 Jakarta yang berada di dalam Komplek TNI AL Kodamar, Kelapa Gading, Jakarta Utara masih dijaga ketat oleh anggota Polisi Militer TNI Angkatan Laut (POM TNI AL) setelah insiden ledakan pada Jumat 7 November lalu.
Seperti dilansir Beritakan.Com, pantauan di lokasi pada Senin sekitar pukul 10.00 WIB menunjukkan suasana sekolah masih sepi tanpa aktivitas para siswa. Awak media juga belum diperbolehkan masuk ke area sekolah. Satu unit minibus Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) tampak terparkir di halaman depan.
Tak lama kemudian, sebuah mobil Kepolisian bertanda “Psikologi Kepolisian” tiba dan personelnya langsung masuk ke dalam kompleks sekolah.
Di sisi lain, orang tua siswa SMAN 72 Jakarta, Djumiaty Hatong, menjelaskan bahwa putrinya yang duduk di kelas XI mengikuti pertemuan daring berisi materi pemulihan dan persiapan mental sebelum kembali belajar di sekolah.
“Tadi, saya juga mengikuti upacara Hari Pahlawan secara online juga,” ujar Djumiaty.
Ia bercerita bahwa sang anak mengalami trauma karena saat ledakan terjadi baru saja selesai mengikuti kegiatan keputrian di dekat masjid. Putrinya juga mengalami gangguan pendengaran akibat suara ledakan.
“Setiap malam anak saya masih suka menangis mengingat kejadian itu, ingat teman-temannya yang terluka,” tambahnya.
Djumiaty menyebut sesi trauma healing online ini sangat membantu, baik untuk anaknya maupun siswa lain. Menurutnya, ini menunjukkan adanya perhatian pemerintah terhadap kondisi psikologis para pelajar.**
Penulis : tra ginting









