Menjadi Taruni AKPOL, AKP Kharisma Arbita Bangsa Merasa Terjebak
JAKARTA–Awalnya terucap janji ngopi bareng. Dan tak pakai menunggu lama, keesokan harinya, rencana ‘kencan’ dengan beberapa jurnalis itu pun langsung ditunaikan oleh Kanit Samsat Polres Jakarta Selatan Ajun Komisari Polisi (AKP) Kharisma Arbita Bangsa.
Ada catatan kecil tapi menarik dari silaturahim tersebut, yakni sikap humanis yang dilakonkan Ibu Kanit. Mengenakan baju berwarna marum lengkap dengan kerudung, pamen Polri ini tanpa sungkan, menghampiri satu per satu kursi para jurnalis. Tak ada yang terlewatkan.
Ada banyak senyum disertai gelak tawa sewaktu bertutur sapa dan saling memperkenalkan diri secara pribadi. Sungguh, prilaku ramah yang ditunjukkan terlihat sepele tapi cukup menimbulkan kesan simpati yang mendalam di hati. Apakah ini yang disebut sikap melayani secara humanis ?
Sesudah usai makan bersama, AKP Kharisma yang belum sebulan lamanya menjabat Kanit Samsat Polres Jakarta Selatan, sempat angkat bicara tentang program ke depan. Ia mengungkapkan tekadnya untuk membenahi pelayanan di lingkungan kerjanya.
Katanya lagi, karena diberi tanggung jawab oleh Kapolda MetroJaya Irjen Pol Asep Edi Suheri, ia berjanji akan bergerak cepat membenahi pelayanan Samsat Jakarta Selatan. Ia berkomitmen menjaga integritas pelayanan publik dan–ini yang layak menjadi catatan- ia memastikan tidak ada praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan kerja yang ia pimpin.
Tentu saja, apa yang ditekadkan AKP Kharisma layak diapresiasi. Tetapi apakah niat baiknya membenahi pelayanan kantor Samsat yang merupakan etalase wajah Polri yang sesungguhnya akan terwujud ? Waktu jualah yang nantinya yang akan menjawab.
Kaget dan Merasa Terjebak
Ada pepatah mengatakan “Mengharap burung terbang tinggi, punai di tangan dilepaskan.”. Maknanya kira kira begini: Jangan tinggalkan sesuatu yang sudah pasti, aman dan berharga dalam genggaman demi mengejar sesuatu impian yang belum pasti.
Akan tetapi, bagi seorang dara jelita bernama Kharisma Arbita Bangsa, pepatah bijak itu kurang tepat. Bagi wanita kelahiran Solo, Jawa Tengah ini, justru demi sebuah cita-cita, meskipun harus menghadapi ketidakpastian, seseorang harus berani meninggalkan zona nyaman.
Begitulah penuturan Kharisma tentang perjalanan panjang yang telah dilaluinya. Dikatakan, ketika itu usianya masih belia, 19 tahun, ia dihadapkan dua pilihan, kuliah atau jadi polisi. Akhirnya, hatinya mantap meninggalkan Universitas Indonesia (UI) tempatnya menimba ilmu setahun terakhir demi mengejar cita-citanya menjadi Taruni Akademi Kepolisian (Akpol) di Semarang.
Lalu apa yang mendorong hati Kharisma sehingga ia rela menggantung jaket kuning, jaket kebanggaan almamater UI yang diidamkan banyak kaum muda ? Sebagai catatan, keluarga besar Kharisma sebelumnya tidak ada yang berkari di kepolisian. Ayahandanya adalah pengusaha mebel di kota Solo.
“Waktu itu kan Kapolres Semarang dijabat oleh seorang Polwan . Nah, saya terisnpirasi oleh ibu Kapolres tersebut. Apalagi ayah saya suka menyemangati terus. Katanya, tuh Nduk, wanita juga bisa kan jadi pemimpin. Ya, itulah awalnya,” katanya.
Keluar dari zona nyaman, Kharisma mengaku awalnya ia kaget dengan metode pendidikan di kawah canradimuka Polri yang selalu didominasi oleh kaum pria tersebut.
“Diawal-awal, saya kaget dan merasa tersesat. Soalnya pendidikan di Akpol itu kan seperti ala-ala militer begitu. Apalagi kan saya wanita, fisik saya tak sekuat lelaki,” tuturnya.
Layaknya pendidikan yang baru dijalaninya di Akpol baru kemarin, Kharisma mengatakan bahwa seorang Taruni harus menjalani latihan fisik yang setara beratnya dengan Taruna. “Ini kan membutuhkan stamina dan kekuatan fisik yang prima,” kenangnya.
Lalu, sambil melempar senyum, Kharisma melanjutkan kalimat yang dilontarkan sebelumnya. “Awalnya memang saya kaget dan merasa tersesat tapi belakangan saya jadi tersadar ternyata saya tersesat di jalan yang benar,” katanya sambil tertawa.
Semangat dan kerja keras memang tak pernah menghianati hasil. Pada akhirnya, Putri Solo pantas ini berbangga hati. Dari sekian taruna dan taruni lulusan Akpol 2013, dinamai Detasemen 45 “Budi Luhur Bhayangkara”, nama Kharisma Arbita Bangsa tercatat sebagai lulusan terbaik ke-3.
Karena lulusan terbaik itu pula, Kharisma mengaku,ia mendapat tawaran istimewa dari pimpinan Polri untuk memilih tempat di mana ia memulai karir sebagai pengayom dan pelindung. “Saya orang Solo tapi ketika ditanya mau tugas di mana, ya saya pilih Jakarta,’ kata ibu dua anak ini jujur.
Nama Kharisma sebenarnya bukan asing di lingkungan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Sebelumnya, ibu dua anak ini sempat bertugas di kantor Samsat Jakarta Utara, Kantor Samsat Cikokol. Ia terlibat dalam pelayanan SIM Keliling di Bekasi. Dan ketika virus Covid melanda negeri, ia berada di garis depan.
Sekadar catatan, di lingkungan Polri saat ini, ada 17 polwan berpangkat jenderal. Dan bukan tidak mungkin, putri bungsu pengusaha mebel dari kota Solo bernama Kharisma Arbita Bangsa bakal tercatat sebagai polwan berpangkat jenderal Polri selanjutnya. Amin.








