KABAR PERSADA–Indonesia Corruption Watch (ICW) mengendus, ternyata ada 12 nama mantan koruptor yang masuk dalam daftar calon sementara (DCS) bakal calon anggota legislatif (caleg) untuk tinggat DPR RI dan DPD RI yang dipublikasikan 19 Augustus 2023 lalu. Terkait temuan tersebut, ICW meminta pihak KPU (Komisi Pemilihan Umum) mengungumkan nama tersebut secara terbuka kepada masayarakat
“ICW mendesak pihak KPU untuk segera mengumumkan nama bakal calon anggota legislatif yang berstatus mantan terpidana koruptor. Apabila KPU tidak mengumumkan nama bakal caleg tersebut, nantinya akan menambah rentetan kontroversi sejak awal penyelenggaraan tahapan Pemilu 202,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/8/2023).
Kurnia menambahkan, semestinya ada kebijakan progresif dalam pemberantasan korupsi di masa mendatang.
“Kalau begini keadaannya (koruptor jadi caleg) sepertinya, pemberantasan korupsi masih menjadi angan-angan semu,” ujar Kurnia.
Lebih jauh, Kurnia mengatakan, munculnya nama-nama mantan koruptor sebagai caleg adalah bukti nyata bahwa sampai saat ini partai politik sebagai pengusung bakal caleg masih memberi karpet merah kepada mantan terpidana korupsi.
Kurnia menilai KPU terkesan menutupi, karena tidak kunjung mengumumkan status hukum bakal calon legislatif itu. Hal ini lanjut Kurnia terkonfirmasi dari pernyataan salah satu anggotanya, yaitu Idham Holik yang menyatakan bahwa tidak ada perintah dalam undang-undang untuk mengumumkan status mantan terpidana para bakal calon legislatif.
Pernyataan itu kata Kurnia justru bertolak belakang dengan janji Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari yang pada akhir Juli lalu menyatakan, mantan terpidana korupsi yang didaftarkan sebagai bacaleg akan diumumkan saat penetapan DCS.
Ketiadaan pengumuman status terpidana korupsi dalam DCS dinilai Kurnia Ramadhan akan menyulitkan masyarakat untuk berpartisipasi memberikan masukan dan tanggapan terhadap DCS secara maksimal. Apalagi informasi mengenai daftar riwayat hidup para bakal caleg juga tidak disampaikan melalui laman KPU.
Jika pada akhirnya para mantan terpidana korupsi ditetapkan dalam daftar calon tetap (DCT), otomatis probabilitas masyarakat memilih calon yang bersih dan berintegritas akan semakin kecil.
Padahal hasil survei jajak pendapat yang dipublikasikan oleh Litbang Kompas menunjukkan bahwa sebanyak 90,9 persen responden tidak setuju mantan napi korupsi maju sebagai caleg dalam pemilu.
Kondisi ini berbeda dengan Pemilu 2019 di mana KPU pada saat itu justru sangat progresif karena mengumumkan daftar nama caleg yang berstatus sebagai mantan terpidana korupsi.
ICW secara tegas mengatakan, langkah KPU RI saat ini jelas sebuah langkah mundur. KPU dianggap tidak memiliki komitmen antikorupsi dan semakin menunjukkan tidak adanya itikad baik untuk menegakkan prinsip pelaksanaan pemilu yang terbuka dan akuntabel. Ini tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. (tom/tra)