Diskusi Publik Soal Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023, MK Dituduh Gelar Karpet Merah kepada Gibran Menjadi Cawapres

Minggu, 22 Oktober 2023 - 11:42 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Petrus Salestinus (ist)

Petrus Salestinus (ist)

JAKARTA – Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, tanggal 16/10/2023 lalu masih menjadi pergunjingan hangat di tengah masyarakat, pengamat politik, maupun nitizen. Putusan itu disebut mengukuhkan Mahkamah Konstitusi menjadi Mahkamah Keluarga demi mengakomodir hasrat politik kepala daerah tertentu mendapat karpet merah menjadi Capres-Cawapres 2024. Terus terang saja, orang yang dimaksud adalah Gibran Rakabuming Raka, Walikota Solo. Kini putra pertama Presiden Jokowi itu secara resmi dinyatakan Partai Golkar menjadi Cawapres Prabowo.

Pada Sabtu (21/10/2023) Lembaga Gogo Bangun Negeri (GBN) menggelar diskusi publik bertajuk “Keputusan MK, Adil Untuk Siapa” yang memunculkan berbagai komentar nitizen di media sosial. Diskusi yang diselenggarakan di kawasan Pasar Minggu, Jakarta selatan mengetengahkan advokat Petrus Selestinus, SH, Koordinator Tim Pembela Demokasi Indonesia (TPDI) Tama S Langkun yang juga jubir TPN Ganjar-Mahfud MH, serta pakar komunikolog Dr Emrus Sihombing

Petrus Selestinus memandang, keputusan MK tersebut berpotensi melanggar Konstitusi dan UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. “Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 berpotensi melanggar rambu-rambu berupa azas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat 3,4, dan ayat 5, sehingga berdasarkan ketentuan pasal 17 ayat 6 dan ayat 7 UU No. 48 Tahun 2009, putusan MK itu menjadi tidak sah dengan segala akibat hukumnya” jelas Petrus.

Akibat hukumnya, katanya, putusan MK yang bersifat final dan mengikat tersebut, serta merta kehilangan sifat mengikat itu oleh ketentuan pasal 17 ayat 6 UU No. 48 Tahun 2009.

Selain itu, lanjut Petrus, Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Anwar Usman bisa saja atau berotensi dilaporkan secara pidana ke aparat hukum. “Khususnya Anwar Usman dapat dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Hakim Konstitusi untuk memroses dugaan pelanggaran etik dan bisa berujung pemecatan,” paparnya.

Petrus menambahkan, “Jika Gibran Rakabuming dipasangkan sebagai Capres atau Cawapres, dengan menggunakan putusan MK No 90/PUU-XXI/2023, akan berpotensi digugat karena menggunakan putusan MK yang boleh jadi tidak sah”.

Tama S Langkun pun menyorot tajam Keputusan MK dimaksud. “Menurut saya dalam putusan MK, putusan ini tidak untuk orang muda. Putusan MK seperti ni untuk mendorong orang muda, seperti yang digembor-gemborkan, ini tidak sama sekali untuk orang muda. Putusan ini tidak bilang begitu. Putusan ini bilang begini; berusia pada usia 40 tahun atau pernah sedang menduduki jabatan yang dipilih secara langsung termasuk pemilihan kepala daerah. Ini berbicara tentang orang yang dipilih langsung melalui pemilu. Ini hanya bicara soal mungkin saja ada kepala daerah yang 40 tahun yang dijagokan,” urainya.

Langkun berpendapat, bicara legal standing biasanya di MK sangat kuat. Namun sekarang tampaknya longgar. Kenapa? Ada Mahasiswa pengagum Walilota Solo, tiba tiba punya legal standing untuk menggugat. Alasannya, karena mahasiswa anak muda. “Kan tidak ada hubungannya juga. Sebab, yang digugat materi tentang kelapa daerah maju menjadi calon presiden/wakil presiden. Jadi, legal standing ini agak aneh. Kami juga pernah mengajukan permohonan gugatan ke MK, tapi ditolak karena legal standing tidak jelas. Jadi, begitu masuk permohonan ditolak. Nah, sekarang mahasiswa tiba-tiba diterima,” kata Langkun membandingkan.

Mantan aktivis antikorupsi ICW tersebut menjelaskan, putusan itu memuat norma-norma hukum yang dijunjung tinggi oleh konstitusi dirusak. Sebagai open legal policy, perubahan umur minimal calon presiden/wakil presiden harus dikembalikan ke DPR bersama-sama Presiden. MK tidak mencampuri angka umur minimal 40 tahun karena tidak melanggar konstitusi. Konstitusi hanya menjamin soal orang bisa memilih dan dipilih. “Jadi, hanya esensi saja. Tapi harus 40 tahun ya. Itu bukan urusan konstitusi. Itu urusan DPR dan Presiden,” tegasnya. (songa)

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Kapolrestro Bekasi Serahkan Kursi Roda Kepada Nenek Rukiyah, Pihak Keluarga Terharu
Dorong Gerakan Rise And Speak, Direktur PPA dan PPO Ajak Siswa MTsN Salatiga Berani Bicara
Tiga Mobil Polisi Dibakar Massa, Polres Depok Tetapkan Dua Tersangka
Duh, Mantan Artis Kolosal Itu Beramal di Istiqlal Pakai Uang Palsu
Selain Soal Disiplin, Kapolres Perempuan Pertama di Jembrana Minta Anak Buah Rapikan Jenggot
Sering Buang Hajat di Kali, Sembilan Kelurahan di Jakut Deklarasi Stop BAB Sembarangan
Sebelum Adzan Magrib Berkumandang, Polres Metro Depok Bersama Sahabat Polisi dan IMI Bagikan 2000 Takjil ke Warga
Ketua JMP Ikhwan Azis Kecam Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus ke Redaksi Tempo

Berita Terkait

Selasa, 22 April 2025 - 14:11 WIB

Polda Riau Bekuk Empat Orang Penagih Utang Yang Bertindak Brutal

Selasa, 22 April 2025 - 01:42 WIB

Pembakaran Mobil Polisi di Depok, Polda Tangkap Lima Tersangka

Senin, 21 April 2025 - 15:27 WIB

Mobil Polisi Dibakar di Depok, Begini Tanggapan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi

Selasa, 15 April 2025 - 12:55 WIB

Kapolda Pimpin Sertijab 6 Pejabat Utama, AKBP Dermawan Karosekali Jadi Dirtahti Polda Metro Jaya

Rabu, 9 April 2025 - 14:28 WIB

Kabaharkam Polri Komjen Pol Fadil Imran Pimpin Sertijab Kakorpolairud Baharkam

Kamis, 3 April 2025 - 21:41 WIB

Kabaharkam Polri Komjen Fadil Imran Sapa Pemudik di Bakauheni, Imbau berhati-hati di Jalan

Kamis, 27 Maret 2025 - 22:36 WIB

KSAD: Pemecatan Terduga Pelaku Penembakan Polisi Di Way Kanan, Tunggu Vonis Pengadilan

Kamis, 27 Maret 2025 - 22:28 WIB

TNI: Oknum Yang Terbukti Bunuh Jurnalis di Kalsel Akan Dihukum Berat

Berita Terbaru