JAKARTA–Dulu ada nama ‘besar’ Freddy Budiman, gembong narkoba yang menghembuskan nafas terakhir usai sebuah eksekusi mati di Lembaga Permasyarakatan (LP) Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Juli 2016 lalu. Kini muncul lagi gembong baru Fredy Pratama. Bedanya, Fredy Pratama yang disebut polisi bos kartel narkotika terbesar di Asia Tenggara , sampai saat ini belum tertangkap.
Mabes Polri mengaku, hingga saat ini pihaknya masih memburu bos kartel narkotika yang ‘licin’ ini. Direktur Tindak Pidana (Dirtipid) Narkoba Bareskrim Mabes Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Mukti Juharsa pun sudah mematok target, akan menangkap Fredy yang masih tercatat sebagai warga negara Indonesia asal Kalimantan Selatan (Kalsel) tersebut dalam keadaan hidup atau mati.
Dikatakan, Polri saat ini tengah memburu Fredy Pratama lewat operasi bersandi ‘Escobar’. “Sandi operasinya, Escobar. Tapi dia bukan dianya (Fredy Pratama) Escobar. Dianya biasa saja,” kata Mukti di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/9/2023).
Dari informasi sementara ini, kata Mukti, diketahui keberadaan terakhir Fredy Pratama ada di Thailand. Namun kata dia, berdasarkan komunikasi dengan otoritas Polisi Thailand, buronan tersebut sudah hengkang.
Bareskrim Polri, pun menggandeng Kepolisian Thailand, dan Kepolisian Diraja Malaysia dalam perburuan Fredy Pratama ini. “Dia (Fredy Pratama) ini sudah DPO sejak lama, 2014. Dia WNI (warga negara Indonesia), orang Kalimantan Selatan. Orang tuanya juga di Kalimantan Selatan,” kata Mukti.
Meski belum berhasil menangkap Fredi, kata Mukti, Mabes Polri bekerja sama dengan Kepolisian Malaysia, dan Kepolisian Thailand telah berhasil mengungkap sebanyak 884 orang yang terkait dengan jaringan Fredy Pratama di Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
Di Indonesia sendiri, kata Mukti, pihaknya sudah menangkap sebanyak 39 orang yang terkait dengan jaringan Fredy Pratama. Kerja sama pengungkapan jaringan Fredy Pratama bersama Kepolisian Malaysia, serta Kepolisian Thailand berhasil mengamankan setotal 10,2 ton sabu-sabu yang siap diedarkan di kawasan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.
Ditempat yang sama, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Wahyu Widada, dari sepuluh ton lebih barang bukti sabu-sabu yang berhasil diamankan dari jaringan Fredy Pratama, sebanyak 100 sampai 500 Kg sudah diedarkan di Indonesia. Dikatakan, jaringan narkotika Fredy Pratama menguasai peredaran narkoba di sejumlah kota besar di Indonesia.
Wahyu Widada menambahkan, sementara dari proses penyidikan berjalan, Bareskrim Polri bersama-sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) sudah melakukan pemblokiran terhadap 406 rekening terkait dengan jaringan Fredy Pratama dengan total saldo mencapai Rp 28,7 miliar.
Bareskrim Polri juga membekukan aset-aset senilai total Rp 10,5 triliun yang diketahui milik Fredy Pratama. “Aset-aset yang kita sita itu semuanya ada di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, di Yogyakarta, dan di Bali,” begitu kata Wahyu.
Dalam jumpa pers, tadi siang, pihak Bareskrim Polri sempat memamerkan tumpukan barang bukti uang senilai Rp65 miliar. Uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp50 tibu itu berasal dari pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan sindikat narkotika jaringan internasional pimpinan Fredy Pratama.
Turut hadir dalam jumpa pers itu, Kabareskrim Polri, Dirjen PAS, PPATK, Dirjen Imigrasi dan PDRM. Sebanyak 120 kg sabu juga diperlihatkan sebagai barang bukti yang dibungkus dalam plastik berwarna hijau.
Sejumlah mobil dari tipe mewah hingga menengah ikut disita oleh polisi. Tercatat ada 25 tersangka ikut dihadirkan dalam jumpa pers yang juga dihadiri perwakilan Kepolisian Thailand, Malaysiabdan Amerika Serikat (tom/tra)