Pakar Komunikasi Emrus Sihombing Hargai Putusan MK, Namun Picu Keprihatinan Banyak Pihak

Minggu, 22 Oktober 2023 - 11:48 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Emrus Sihombing (ist)

Emrus Sihombing (ist)

JAKARTA – Pakar komunikasi Dr Emrus Sihombing mengatakan, dirinya berkewajiban menghargai keputusan MK No 90/PUU-XXI/2023, sebagaimana diperintahkan undang-undang karena keputusan itu bersifat final dan mengikat. Namun, di sisi lain dia mengajak masyarakat memberikan pemikiran atau kritikal terhadap keputusan MK tertanggal 16 Oktober 2023.

Pada bagian-bagaian awal keputusan-keputusan MK, menurut Emrus, sangat tepat menetapkan usia minimal sesuai dengan undang-undang yang berlaku, yaitu usia calon presiden dan wakil presiden minimal 40 tahun.
Namun salah satu keputusan mengakui keputusan MK menimbulkan keprihatinan bagi berbagai kalangan. Pemakaian kata “atau” untuk kepala daerah bisa menjadi calon presiden dan wakil presiden sekalipun usianya di bawah 40 tahun, sehingga keputusan MK sangat bertentangan dengan azas keadilan.

Ditegaskan, pengajuan calon presiden dan wakil presiden dari kepala daerah di bawah usia 40 tahun dikabulkan MK, di tengah puluhan gubernur dan ratusan kepala daerah tingkat dua terjerat kasus korupsi. Artinya MK memberikan suatu privilege (perlakukan eksklusif) terhadap kepala daerah untuk menjadi calon presiden/wakil residen sekalipun umurnya di bawah 40 tahun. Keputusan ini, menurut Emrus, tidak sejalan dengan Pancasila, sila ke lima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengapa?

Pertanyaan kritikal, hanya kepada kepala daerah yang boleh menjadi calon presiden/wakil presiden sekalipun usianya di bawah 40 tahun. “Kalau misalnya alasannya adalah persoalan kepala daerah adalah dipilih langsung oleh rakyat, bukankah anggota legislatif di semua tingkatan dan DPD RI dan kepala desa dipilih langsung oleh rakyat? Jadi, keputusan MK berpotensi menyakiti dan melukai hati rakyat karena keputusan tersebut jauh dari rasa keadilan masyarakat dalam bidang politik demokrasi,” ujar dalam diskusi publik bertajuk “Keputusan MK, Adil Untuk Siapa” di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (21/10/2023).

Karena itu, keputusan MK tersebut seharusnya juga memuat bahwa kepala desa, anggota legislatif di semua tingkatkan dan DPD RI bisa menjadi calon presiden dan wakil presiden sekalipun usianya di bawah 40 tahun. Soalnya, mereka memperoleh posisi/jabatan tersebut karena dipilih rakyat, sehingga lebih rasional sekalipun tetap belum sejalan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Kemudian kita lihat dari sudut lebih makro lagi. Apa memang pemberian privilege itu kepada kepala daerah, bahwa mereka lebih berjasa untuk membangun bangsa dan negara? Saya kira tidak juga. Artinya apa? Kita boleh dong dari berbagai sumber yang ada di masyarakat, misalnya pengusaha, dosen, wartawan, petani, nelayan, buruh pabrik, penarik becak menjadi calon presiden/wakil presiden.

Ada dosen di negeri ini masih muda, di bawah 35 tahun sudah doktor dan tulisannya berkualitas internasional. Secara kualitas, dosen tersebut tidak kalah, atau di atas kemampuan dari seorang kepala daerah yang mungkin maju sebagai calon presiden/wakil presiden pada pemilu 2024. Perlu kita ingat, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk dipilih. Oleh karena itu, keputusan MK tersebut, menurut hemat saya, jauh dari keadilan berdemokrasi bagi setiap WNI,” kata pendiri Gogo Bangun Negeri (GBN) tersebut.

Dia menandaskan, tidak boleh terjadi karena saudara/famili, ikatan darah, atau teman sehingga yang berwenang memutuskan atau membolehkan calon presiden/wakil presiden mendapat perlakuan privilege. “Pemberian privilege terhadap keputusan teman-teman hakim di MK bisa saja publik mempersepsikan, memahami, memaknai bahwa itu merupakan suatu keputusan yang boleh jadi sarat muatan politis untuk kepentingan politik pragmatis sosok tertentu. Lihat saja, keputusan MK mendapat kritik dari berbagai kalangan. Sebagai suatu akal-akalan, misalnya. Bahkan sudah muncul diksi di ruang publik “Mahkamah Keluarga” sebagai singkatan dari MK.

Dari aspek komunikasi publik, kata dia, Keputusan MK 16 Oktober 2023 berpotensi menimbulkan wacana kurang poduktif di ruang publik. Buktinya, silakan mengikuti berkembang pandangan yang kontra yang tampaknya lebih dominan menguasai ruang publik. Keputusan MK tersebut, ada yang berpendapat bahwa hal tersebut kewenangan DPR bersama Presiden. Karena open legal policy, suatu kebijakan yang terbuka di dalam pembuatan undang-undang yaitu DPR bersama-sama Presiden. Sehingga keputusan MK bisa menimbulkan kegaduhan wacana di ruang publik” Emrus menambahkan.(songa)

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Politisi Senayan Minta Satgas Antipremanisme Tangkap Preman Berkedok Pers
Inovasi Samsat Jakarta Barat, Proses Pembayaran Pajak Kendaraan Cuma 30 Menit
ITW Minta Tilang Elektronik Dievaluasi, Jangan Sekadar Memburu Denda
Jumpa Anak Bernama “Presisi”, Kapolri Jenderal Sigit Terharu
Kapolrestro Bekasi Serahkan Kursi Roda Kepada Nenek Rukiyah, Pihak Keluarga Terharu
Dorong Gerakan Rise And Speak, Direktur PPA dan PPO Ajak Siswa MTsN Salatiga Berani Bicara
Tiga Mobil Polisi Dibakar Massa, Polres Depok Tetapkan Dua Tersangka
Di Samsat Ciputat, Ada Pemutihan Rasa Pungli

Berita Terkait

Rabu, 21 Mei 2025 - 15:34 WIB

Pernah Diperiksa Bareskrim Polri, Budi Arie Sebut Soal Judol “Lagu Lama, Kaset Rusak”

Rabu, 21 Mei 2025 - 14:11 WIB

Gerbong Polri Bergerak Lagi, Kapolda NTT Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga Bergeser ke Lemdiklat

Senin, 19 Mei 2025 - 18:19 WIB

Polda Jateng Tangkap Empat Oknum Anggota GRIB Jaya Perusak Aset KAI

Senin, 19 Mei 2025 - 18:01 WIB

Bantah Terima Uang Dari Mafia Judol, Budi Arie Siap Diperiksa

Minggu, 18 Mei 2025 - 15:54 WIB

Nah Loh, Budi Arie Disebut Kantongi 50 Persen Komisi Pengamanan Situs Judol

Kamis, 15 Mei 2025 - 15:16 WIB

Gelar Patroli Skala Besar, Tim Perintis Polda Metro Jaya Amankan 9 Orang Pelaku Tawuran

Kamis, 15 Mei 2025 - 15:03 WIB

Kapolri Sebut Penindakan Premanisme Tidak Akan Perhatikan Ormas Tertentu

Kamis, 15 Mei 2025 - 14:53 WIB

Kapolri: Tidak Ada Toleransi Untuk Aksi Premanisme

Berita Terbaru